Medan – telisik.co.id/
Aula KNPI Sumatera Utara, Selasa (16/9/2025), dipadati ratusan aktivis mahasiswa dan pemuda dari berbagai elemen. Mereka hadir dalam Diskusi Kebangsaan yang digelar Pengurus Wilayah Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PW KAMMI) Sumut.
Agenda ini lahir sebagai respon atas dinamika sosial-politik pasca kerusuhan akhir Agustus 2025 yang hingga kini masih menyisakan banyak pertanyaan publik.
Supremasi Sipil Harus Jadi Pilar Demokrasi
Ketua PW KAMMI Sumut, Irham Sadani Rambe, SH, menegaskan bahwa KAMMI berdiri di garis depan untuk memperjuangkan supremasi sipil sebagai fondasi utama demokrasi.
“Supremasi sipil adalah harga mati. Rakyat tidak boleh disandera oleh kekuatan di luar kendali konstitusi, baik militerisasi politik maupun intervensi kekuasaan yang mengebiri kedaulatan rakyat,” tegas Irham.
Menurutnya, kerusuhan akhir Agustus adalah ujian besar bagi bangsa. Jika rakyat kehilangan kepercayaan terhadap demokrasi, celah untuk lahirnya otoritarianisme baru akan semakin terbuka.
Desakan Investigasi Independen
Nada lebih keras datang dari Direktur Prodewa Sumut, Fahrul Rozi Panjaitan, S.Hut. Ia menyebut ada indikasi skenario makar dalam kerusuhan tersebut.
“Kami mendesak Presiden membentuk tim investigasi independen. Tujuannya jelas: mengungkap dalang kerusuhan akhir Agustus 2025 dan memastikan demokrasi kita tidak dibajak kepentingan segelintir elit,” kata Fahrul.
Aktivis Suarakan Solidaritas Gerakan
Forum diskusi yang berlangsung interaktif ini juga melahirkan banyak pandangan kritis. Sejumlah aktivis menekankan perlunya solidaritas gerakan mahasiswa agar tidak mudah dipecah-belah. Ada pula yang menyoroti pentingnya transparansi pemerintah dalam menjamin ruang kebebasan berpendapat.
PW KAMMI Sumut menegaskan bahwa diskusi semacam ini adalah wujud tanggung jawab intelektual mahasiswa. “Ruang-ruang dialektika tidak boleh hilang. Justru di tengah situasi politik yang penuh gejolak, mahasiswa harus hadir dengan gagasan, sikap jelas, dan keberpihakan pada rakyat,” pungkas Irham.
Pernyataan Sikap
Acara ditutup dengan pernyataan sikap bersama: menjaga supremasi sipil, menuntut transparansi, dan mendesak investigasi tuntas atas kerusuhan Agustus. Tiga hal itu dianggap sebagai syarat mutlak agar demokrasi di Indonesia tetap tegak dan tidak tergelincir dalam bayang-bayang otoritarianisme.(Rif/Yong)