JAKARTA – Telisik.Co.Id
Polemik antara Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memanas setelah Purbaya membalas tantangan Dedi untuk membuka data daerah yang menyimpan dana pemerintah di perbankan.
Purbaya menilai Dedi Mulyadi kemungkinan besar dibohongi anak buahnya, karena data dana mengendap itu berasal langsung dari Bank Indonesia (BI), bukan hasil rekaan Kemenkeu.
“Tanya aja ke bank sentral. Itu kan data dari sana. Kemungkinan besar anak buahnya juga ngibulin dia loh. Kalau itu kan dari laporan perbankan,” ujar Purbaya dikutip dari YouTube Kompas TV, Selasa (21/10/2025).
Purbaya sebelumnya mengungkapkan bahwa terdapat dana pemda menganggur di perbankan mencapai Rp234 triliun berdasarkan data Kemenkeu per 15 Oktober 2025. Dana tersebut disebut tidak terserap karena realisasi belanja APBD yang lambat di sejumlah daerah.
Dalam paparannya, Purbaya menyebut ada 15 daerah dengan simpanan terbesar, antara lain DKI Jakarta Rp14,6 triliun, Jawa Timur Rp6,8 triliun, dan Jawa Barat Rp4,1 triliun.
Menkeu menegaskan, data yang dimilikinya identik dengan data Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, sehingga tidak ada alasan untuk meragukan keakuratannya.
“Data saya sama dengan data Pak Tito. Kan dari perbankan semua, ada flag dan contrengan punya siapa. Jadi jangan Pak Dedi nyuruh saya kerja,” tegas Purbaya.
Ia pun menyarankan Dedi Mulyadi untuk memeriksa langsung ke Bank Indonesia, alih-alih menuding pemerintah pusat menyebarkan informasi sepihak.
Dedi Mulyadi: “Saya Tantang Menkeu Buka Data Secara Transparan”
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menantang Menkeu Purbaya untuk membuka secara transparan daftar daerah yang menahan uangnya di bank.
“Saya sudah cek, tidak ada yang disimpan dalam deposito. Saya tantang Pak Menkeu untuk membuka data dan faktanya, daerah mana yang menyimpan dana dalam bentuk deposito,” kata Dedi, Senin (20/10/2025).
Dedi menilai tudingan bahwa semua daerah menahan belanja adalah generalisasi yang berlebihan dan bisa menimbulkan kesalahpahaman publik.
“Di antara kabupaten, kota, dan provinsi yang jumlahnya banyak, pasti ada yang mengelola keuangan dengan baik. Tidak bisa semua dianggap sama,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan agar tudingan tersebut tidak menurunkan kepercayaan publik terhadap daerah-daerah yang sudah menjalankan tata kelola keuangan secara baik dan transparan.
“Kalau semuanya dianggap sama, daerah yang bekerja dengan baik bisa ikut dirugikan. Ini bisa berimbas pada daya dukung fiskal dan kinerja pembangunan,” pungkasnya.