Menu

Mode Gelap
 

Politik

“Smart Board dan Restu Gelap Anggaran: Saat TAPD dan DPRD Langkat ‘Sepakat Tanpa Kata’”

badge-check


					“Smart Board dan Restu Gelap Anggaran: Saat TAPD dan DPRD Langkat ‘Sepakat Tanpa Kata’” Perbesar

LANGKAT — telisik.co.id

Jika ruang TAPD menjadi dapur peracik angka, maka ruang Badan Anggaran (Banggar) DPRD Langkat adalah tempat di mana legitimasi politiknya diberi cap sah.

Dari sanalah proyek Smart Board senilai Rp49,9 miliar yang tak pernah tercantum dalam draft awal KUA-PPAS akhirnya menemukan jalannya — menjadi bagian dari P-APBD 2024 yang kala itu defisit hingga Rp242 miliar.

Dan di situlah akar persoalan makin kentara: bukan hanya eksekutif yang bermain, tapi juga legislatif yang memberi restu senyap.

Banggar: Dari Fungsi Pengawasan Menjadi Stempel Politik

Secara normatif, Banggar DPRD memiliki fungsi strategis dalam menelaah dan menimbang urgensi setiap mata anggaran yang diajukan eksekutif melalui TAPD.

Namun dalam kasus Smart Board, fungsi itu seolah hanya formalitas.

Tidak ada catatan risalah rapat yang menunjukkan pembahasan mendalam mengenai urgensi alat digital tersebut bagi dunia pendidikan di Langkat.

Tidak ada pula kajian yang menimbang prioritasnya di tengah banyaknya sekolah yang masih kekurangan fasilitas dasar.

“Awalnya tidak ada nomenklatur Smart Board di draft KUA-PPAS. Tiba-tiba muncul saat P-APBD dibahas.

Biasanya kalau begitu, sudah ada arahan politik dari atas,” ujar salah satu sumber di sekretariat dewan yang meminta identitasnya disamarkan.

Restu Politik Tanpa Kajian

Beberapa anggota DPRD dari fraksi besar bahkan mengakui, mereka tidak sempat meneliti per item program saat pembahasan perubahan anggaran.

“Yang kami bahas hanya total per dinas. Item-item di dalamnya sudah dikemas oleh TPAD,” ungkap seorang anggota dewan muda yang ikut dalam rapat Banggar.

Padahal, setiap penambahan kegiatan di luar draft awal seharusnya dibahas secara rinci dalam rapat gabungan pimpinan DPRD dan komisi terkait.

Namun semua tahapan itu, kata sumber, “dilalui dengan cepat dan tanpa debat panjang.”

Dengan kata lain, Banggar DPRD telah memberi restu politik bagi proyek yang dari awal tidak pernah menjadi kebutuhan mendasar masyarakat.

Dugaan Kolusi Anggaran dan Potensi Jerat Hukum

Lolosnya proyek Smart Board tanpa kajian mendalam menimbulkan dugaan kuat adanya kolusi antara pihak eksekutif dan legislatif.

Pola semacam ini dalam praktik politik anggaran dikenal sebagai bargaining project — proyek yang disisipkan sebagai bagian dari kesepakatan politik antara dua lembaga.

Lebih jauh, sejumlah ahli hukum publik menilai bahwa bila unsur kesengajaan dan manfaat pribadi atau kelompok dapat dibuktikan, maka unsur tindak pidana korupsi (Tipikor) sudah terpenuhi.

“Dalam konteks hukum pidana korupsi, cukup ada perbuatan melawan hukum dan kerugian negara — tanpa harus terbukti ada niat memperkaya diri.

Maka, siapa pun pihak yang ikut menyetujui atau meloloskan anggaran yang terbukti merugikan keuangan negara, bisa dimintai pertanggungjawaban,” jelas seorang pengamat hukum dari Universitas Sumatera Utara.

Kejaksaan Harus Bertindak Lebih Jauh

Dengan fakta bahwa proyek Smart Board kini sedang diselidiki dan kerugian keuangan negara mulai terukur, sudah semestinya Kejaksaan Negeri Langkat memanggil dan memeriksa pimpinan serta anggota Banggar DPRD yang ikut mengesahkan anggaran tersebut.

Karena jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka perbuatan telah terjadi dan kerugian negara sudah nyata — artinya pihak legislatif yang memberi persetujuan terhadap anggaran tanpa dasar urgensi bisa dijerat sebagai bagian dari tindak pidana korupsi kolektif.

Publik tidak lagi bisa menerima alasan “tidak tahu” atau “hanya menyetujui secara umum”, sebab setiap tanda tangan dalam dokumen anggaran adalah bentuk pertanggungjawaban hukum.

Ujian Integritas bagi DPRD Langkat

Kasus Smart Board bukan hanya soal proyek pendidikan, tapi soal integritas lembaga politik daerah.

Banggar DPRD Langkat kini berada di titik ujian moral dan hukum — apakah mereka sekadar lalai, atau sengaja menutup mata demi kepentingan tertentu.

Jika Kejaksaan Negeri Langkat berani menelusuri akar masalah sampai ke ranah politik anggaran, maka keadilan bisa benar-benar hidup di daerah ini.

Dan bila tidak, publik akan kembali disuguhi kisah lama: uang rakyat yang raib, sementara para pengambil keputusan berlindung di balik tanda tangan rapat resmi.( Bersambung….)

Facebook Comments Box

Lainnya

Sinergi PLN dan Pemkab Langkat, Ribuan Mimpi Kini Tak Lagi Dalam Gelap

22 Oktober 2025 - 18:59 WIB

Putusan Final Kok Bisa Ditambah? Drama Hukum Blue Bird yang Tak Kunjung Usai

18 Oktober 2025 - 08:34 WIB

Kasus DIF Binjai Mandek, Publik Sorot Dugaan ‘Tebang Pilih’ di Kejari

15 Oktober 2025 - 19:16 WIB

Dr Tifa Sindir Relawan Jokowi: Jangan Jual CD dan BH Demi Panggung

15 Oktober 2025 - 09:39 WIB

Media Israel Sebar Isu Prabowo Mau ke Israel, Kemenlu RI Langsung Buka Suara!

14 Oktober 2025 - 13:02 WIB

Hits di Berita